Ini adalah sejarah masa lalu, dimana mantan presiden Abdurrahman Wahid yang akrab disapa Gus Dur pernah mengatakan bahwa pemerintah mungkin memiliki peran dalam pemboman di Bali.
Mantan presiden Indonesia yang juga ulama yang dihormati, almarhum Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur (lahir di Jombang, Jawa Timur, 7 September 1940 – meninggal di Jakarta, 30 Desember 2009 pada umur 69 tahun), pernah mengatakan bahwa pemerintah mungkin memiliki peran dalam pemboman di Bali pada masa lalu.
“Polisi atau pejabat militer Indonesia mungkin telah memainkan peran dalam pemboman Bali tahun 2002”, ujar mantan presiden Indonesia, Abdurrahman Wahid di acara Dateline SBS seperti yang dikutip di laman smh (Sydney Morning Herald).
Dalam sebuah wawancara dengan program Dateline SBS tersebut, pada peringatan tiga tahun setelah pemboman yang menewaskan 202 orang, Gus Dur mengatakan dia memiliki keprihatinan yang sangat besar tentang hubungan antara otoritas Indonesia dengan kelompok teroris.
Abdurrahman Wahid (almarhum), yang akrab dipanggil Gus Dur, pernah mengatakan bahwa pemerintah mungkin memiliki peran dalam pemboman di Bali.
Selain itu ia percaya teroris terlibat dalam penanaman salah satu bom di klub malam di Kuta yang kedua, yang menghancurkan Sari Club Bali, dan Paddy’s Bar tanggal 12 Oktober 2002 yang menewaskan 202 orang, termasuk 88 warga negara Australia, telah diatur oleh pihak berwenang.
Seperti dikutip melalui Sydney Morning Herald.com.au, berjudul “Possible police role in 2002 Bali attack“, ketika ditanya siapa yang dia pikir menanam bom kedua tersebut, Gus Dur berkata: “Mungkin polisi… atau angkatan bersenjata.”
“Perintah untuk melakukan ini atau itu, datang dari dalam angkatan bersenjata kita, bukan dari orang-orang fundamentalis,” katanya.
Program ini juga mengklaim tokoh kunci dibalik pembentukan kelompok teror Jemaah Islamiah (JI) adalah mata-mata Indonesia.
Jamaah Islamiah (JI) adalah sebuah organisasi militan Islam di Asia Tenggara yang berupaya mendirikan sebuah negara Islam raksasa di wilayah negara-negara Indonesia, Singapura, Brunei, Malaysia, Thailand dan Filipina.
Mantan teroris dalam Kasus Woyla (1981) dan mantan Jama’at Imron yang sekarang menjadi Pengamat Intelijen, Umar Abduh, yang kini juga menjadi peneliti dan penulis, mengatakan kepada Dateline bahwa pihak berwenang Indonesia memiliki kaki-tangan dalam banyak kelompok teror.
Mantan teroris Umar Abduh, yang kini menjadi peneliti dan penulis, mengatakan kepada Dateline bahwa pihak berwenang Indonesia memiliki kaki-tangan dalam banyak kelompok teror.
“Tidak ada satu pun kelompok Islam di dalam gerakan atau kelompok-kelompok politik yang tidak dikendalikan oleh intelijen Indonesia,” kata mantan teroris Umar Abduh.
Umar Abduh telah menulis sebuah buku tentang Teungku Fauzi Hasbi (alias Abu Jihad), tokoh kunci dalam Jemaah Islamiah yang memiliki kontak dekat dengan kepala operasi JI Hambali dan tinggal di sebelah ulama Muslim, Abu Bakar Ba’asyir (alias Abu Bakar Ba’asyir bin Abu Bakar Abud, biasa juga dipanggil Ustadz Abu dan Abdus Somad).
Hambali (nama asli: Riduan Isamuddin alias Encep Nurjaman) adalah mantan pemimpin militer Jemaah Islamiyah (JI), sebuah organisasi berbasis Islam garis keras di Indonesia yang diduga kuat berhubungan dengan Al-Qaidah.
Foto Osama bin Laden pendiri Al-Qaeda direkonstruksi tanpa kumis dan jenggot oleh artis menampakan agen CIA bernama Tim Osman.
Al-Qaidah / Al-Qaida adalah suatu organisasi paramiliter fundamentalis Islam Sunni yang salah satu tujuan utamanya adalah mengurangi pengaruh luar terhadap kepentingan Islam. Al-Qaeda digolongkan sebagai organisasi teroris internasional oleh Amerika Serikat, Uni Eropa, PBB, Britania Raya, Kanada, Australia, dan beberapa negara lain.
Dokumen yang dikutip pada acara Dateline SBS menunjukkan kepala intelijen militer Indonesia yang berwenang pada tahun 1990 menugaskan Hasbi untuk melakukan “tugas khusus”. (credits: Journeyman Pictures@youtube.com)
Al-Qaeda didirikan oleh dan dibentuk oleh Osama bin Laden, Abdullah Yusuf Azzam (juga dikenal dengan nama Syekh Azzam, lihat foto), dan beberapa sukarelawan Arab lainnya dengan tujuan menggalang kekuatan untuk mengusir Uni Soviet pada Perang Afghanistan.
Umar Abduh mengatakan, “Hasbi adalah agen rahasia intelijen militer Indonesia sementara pada saat yang sama, Hasbi pemain kunci dalam menciptakan JI”.
Dokumen yang dikutip pada acara Dateline SBS menunjukkan kepala intelijen militer Indonesia yang berwenang pada tahun 1990 “menugaskan Hasbi untuk melakukan tugas khusus”.
Selain itu, dalam program acara Dateline SBS, diperlihatkan pula sebuah memo internal 1995 dari markas intelijen militer di Jakarta meminta untuk “menggunakan Saudara Fauzi Hasbi untuk memata-matai separatis Aceh di Indonesia, bahkan di Malaysia dan juga di Swedia”.
Dalam memo internal itu disebutkan:
Saya harapkan sdr. Tengku Fauzi Hasbi untuk memberikan informasi tentang kegiatan GAM Hasan Tiro Aceh khususnya yang di Kuala Lumpur dan Swedia.
Harap dimanfaatkan untuk pengalaman GAM Aceh –
Terima Kasih
Wassalam
Memo internal 1995 dari markas intelijen militer di Jakarta meminta untuk menggunakan Saudara Fauzi Hasbi untuk memata-matai separatis Aceh di Indonesia, Malaysia dan Swedia. (credits: Journeyman Pictures@youtube.com)
Dan satu lagi, di dalam sebuah dokumen tahun 2002 Hasbi ditugaskan sebagai pekerja agen khusus untuk BIN (Badan Intelijen Nasional Indonesia) dalam program acara Dateline SBS.
Pengamat politik, John Mempi, mengatakan kepada Dateline SBS bahwa Hasbi, yang juga dikenal sebagai “Abu Jihad“, telah memainkan peran kunci dalam JI di tahun-tahun awal.
“Kongres Jemaah Islamiyah pertama di Bogor difasilitasi oleh Abu Jihad, setelah Abu Bakar Ba’asyir kembali dari Malaysia. Kita dapat melihat bahwa Abu Jihad memainkan peran penting. Dia kemudian ditemukan menjadi agen intelijen. Jadi agen intelijen telah memfasilitasi gerakan Islam radikal,” kata Mempi.
Hasbi dibasmi dalam pembunuhan misterius pada tahun 2003 setelah ia diekspos sebagai agen militer, dan putranya, Lamkaruna Putra, meninggal dalam kecelakaan pesawat.
Ketika Abu Bakar Ba’asyir tertangkap dan menjalankan persidangan, kesaksian Faiz Abu Bakar Bafana melalui teleconference pada persidangan Ba’asyir, Bafana menegaskan bahwa, “Kami hadir bersama ustadz (Ba’asyir) dalam sebuah rapat dimana ustadz (Ba’asyir) memerintahkan Mukhlas (alias Ali Ghufron) untuk membunuh presiden Indonesia ke-5, Megawati Soekarnoputri.”
Dalam sebuah dokumen tahun 2002 Hasbi ditugaskan sebagai pekerja agen khusus untuk BIN (Badan Intelijen Nasional Indonesia) (credits: Journeyman Pictures@youtube.com)
Rapat itu dipimpin oleh Ba’asyir. Namun, Mukhlas tidak bersedia karena merasa tidak mampu. Faiz Abu Bakar Bafana bertemu Ba’asyir di Malaysia, ketika Ba’asyir masih dalam pelarian karena dikejar-kejar sejak era Orde Baru.
Benarkah Ba’asyir merupakan pimpinan Jama’ah Islamiyah? Memang benar, seperti artikel ber-subjek “Mengenai Jama’ah Islamiyah” yang dimuat milis Sabili.
Jama’ah Islamiyah (JI) versi Ba’asyir (dan Sungkar), adalah pengajian biasa, bukan kelompok teroris. JI pimpinan Ba’asyir sama sekali tidak punya format kekerasan, tidak radikal.
Sebagai kelompok pengajian biasa, pengikut Ba’asyir yakin bahwa mereka sama sekali tidak ada upaya sterilisasi terhadap kemungkinan masuknya virus intelijen, seperti Faiz Abu Bakar Bafana.
Kira-kira, samalah Faiz Abu Bakar Bafana itu dengan Abdul Haris, intel BIN yang disusupkan ke Majelis Mujahidin Indonesia atau disingkat MII, (bahasa Inggtis: Indonesian Mujahedeen Council). Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), adalah organisasi payung kelompok-kelompok Islamis Indonesia.
Teungku Fauzi Hasbi alias Abu Jihad, diduga kuat adalah agen rahasia intelijen militer Indonesia dan pemain kunci dalam menciptakan JI, kata Umar Abduh. Hasbi dibasmi dalam pembunuhan misterius pada tahun 2003 setelah ia diekspos sebagai agen militer.
Selama gempa bumi “Samudra Hindia 2004” yang meluluh-lantakkan Aceh, MMI mendirikan pos komando di pangkalan Angkatan Udara Iskandar Muda di Banda Aceh untuk “membantu mengevakuasi mayat, mendistribusikan bantuan dan memberikan bimbingan spiritual kepada para korban.”
MMI didirikan oleh Abu Bakar Ba’asyir, mantan pemimpin Jemaah Islamiyah. Anggota yang dikenal termasuk Muhammad Iqbal alias Abu Jibril yang telah menyerukan orang untuk “Hancurkan Amerika dan sekutunya! Bunuh mereka yang mencemarkan Islam!” pada rapat umum di bulan Mei 2005.
Republika pernah mengabarkan, setelah Idul Fitri 1423 Hijriyah sosok Abdul Haris akan ditampilkan sebagai saksi yang memberatkan Abu Bakar Ba’asyir. Namun entah mengapa, rencana itu tidak jadi. Mungkin karena kedok Abdul Haris sebagai intel BIN yang disusupkan ke MII, sudah keburu dibuka oleh pers.
Abdul Haris, yang tertangkap bersama Omar Al-Faruq (24 May 1971 – 25 September 2006, umur 35) di Bogor, Jawa Barat, tak lagi aktif di Majelis Mujahidin Indonesia (MMI). Hal tersebut dikemukakan Ketua Lajnah Tanfidziyah MMI, Irfan S. Awwas di Yogyakarta.
Di MMI, Abdul Haris duduk sebagai pengurus Departemen Antar-Mujahid, posisi strategis yang mengatur hubungan antar-organisasi Islam di dalam dan di luar negeri.
Abu Bakar Ba’asyir manyatakan dalam versinya bahwa Jama’ah Islamiyah (JI) adalah pengajian biasa, bukan kelompok teroris.
Ketua Lajnah Tanfidziyah MMI, Irfan S. Awwas juga mengatakan, tak pernah memiliki data-data lengkap berkaitan sosok Omar Al-Faruq yang hingga kini dianggap misterius itu.
Dari laman wikipedia disebutkan bahwa Omar al-Faruq adalah warga negara Irak dan anggota senior al-Qaeda. Dia adalah penghubung antara al-Qaeda dan teroris Islam di Timur Jauh, khususnya Jemaah Islamiyah.
Al-Faruq lahir di Irak tetapi dibesarkan di Kuwait. Dipercaya ia bergabung dengan al-Qaeda pada awal 1990-an dan dilatih di Afghanistan, dimana ia menjadi salah satu letnan kunci Osama Bin Laden.
Otoritas AS percaya al-Faruq merencanakan serangan bom di kedutaan Amerika ketika ia ditangkap di Bogor, pada tahun 2002 oleh seorang agen keamanan Indonesia yang menyerahkannya ke Amerika Serikat. Al-Faruq’s ditangkap berdasarkan pada informasi yang berasal dari penangkapan Abu Zubaydah.
Al-Faruq pada gilirannya mengungkapkan informasi tentang sebuah rencana untuk mengebom kedutaan besar di Asia Tenggara, sehingga menimbulkan “peringatan kuning” (yellow alert) pada 10 September 2002.
Omar Al-Faruq warga Irak yang ditangkap di Bogor, bergabung dengan al-Qaeda pada awal 1990-an dan dilatih di Afghanistan, dimana ia menjadi salah satu letnan kunci Osama Bin Laden.
Selain itu, Mabes Polri juga pernah mengatakan bahwa Abdul Haris adalah anggota Badan Intelijen Nasional (BIN) yang sempat mengantar tim investigasi polisi mewawancarai Al-Faruq di Afghanistan, seperti yang ditulis liputan6.com.
Perlu diketahui, Abdul Haris sudah menjadi agen dan menyusup ke berbagai gerakan Islam sejak badan intelijen masih bernama BAKIN yang salah satu periode kepemimpinannya dijabat oleh ZA Maulani.
Abdul Haris mulai bergabung dengan MMI pada 2000, setelah kongres di Yogyakarta. Namun sejak penangkapan Omar Al-Faruq, Abdul Haris langsung menghilang dan tak aktif lagi di MMI.
Sementara itu, Faiz Abu Bakar Bafana sejak awal menampilkan kesan sebagai orang pergerakan biasa (bukan intel), yang bergabung ke dalam lingkaran pendiri JI, Abdullah Sungkar (1937–1999) dan Abu Bakar Ba’asyir karena ghirah dan ukhuwah (begitulah kesan yang ia bentuk sejak awal).
Faiz Abu Bakar Bafana, melalui teleconference pada persidangan Ba’asyir, ia menegaskan bahwa, “Kami hadir bersama Ba’asyir dalam sebuah rapat dimana Ba’asyir memerintahkan Mukhlas untuk membunuh Megawati.”
Apalagi didukung oleh sikap politik PM Malaysia kala itu, Mahathir Muhammad, yang menerima pelarian politik dari Indonesia.
Sikap Mahathir berubah setelah ia bermusuhan dengan Anwar Ibrahim dan merasa terancam kedudukannya.
Mulailah Faiz Abu Bakar Bafana menjadi antek Mahathir, yang selanjutnya secara lebih intensif menjadi planted agent di lingkaran Abdullah Sungkar + Abu Bakar Ba’asyir.
Format JI Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Ba’asyir tetap non radikal. Tidak ada kaitan dengan Hambali maupun Imam Samudera (alias Abdul Aziz) dan lainnya. Hambali memang pernah menjadi bagian dari JI Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Ba’asyir, sebelum akhirnya pecah pada tahun 1999.
Karena grup JI Abu Bakar Ba’asyir non radikal, maka Hambali melepaskan diri dan menjadi radikal. JI yang radikal selain kelompok Hambali adalah kelompok Abu Rushdan. Ketika Hambali sudah mati, Abu Rushdan sudah ditangkap.
Kelompok Abu Rushdan mengaku tidak terlibat kasus Bali. Mereka radikal di Poso, Ambon dan Filipina, dengan alasan untuk membela kaum Muslimin yang teraniaya disana. Namun Abu Rushdan tetap ditangkap meski tidak terlibat kasus Bali, karena ia pernah melindungi Sarjio, peracik amunisi kasus peledakan Bali, yang digunakan oleh kelompok Imam Samudera.
Abdul Haris, pengurus Departemen Antar-Mujahid di MMI yang mengatur hubungan antar-organisasi Islam dalam dan luar negeri. Mabes Polri pernah mengatakan bahwa Abdul Haris adalah anggota Badan Intelijen Nasional yang sempat mengantar tim investigasi polisi mewawancarai Al-Faruq di Afghanistan.
Sarjio adalah salah seorang pelaku kasus Bali yang pada saat dalam pelarian mendapat perlindungan dari Abu Rushdan, yang mempunyai atasan bernama Abu Fatih, yang hingga kini masih bebas. Namun demikian, Abu Rushdan menjadi motor penggerak dan policy maker bagi kelompoknya.
Hambali selain berstatus sebagai warga negara Indonesia, ia juga warga negara Malaysia. Ia orang dekatnya As’ad, Waka BIN, orang kedua setelah Hendropriyono.
Waktu Gus Dur jadi presiden, As’ad dikenal sebagai orang dekatnya Gus Dur. Hambali juga merupakan planted agent yang ditanamkan ke dalam gerakan Islam radikal, baik di Indonesia maupun di Malaysia.
Sementara itu, Sarjio salah seorang pelaku peledakan Bali sudah banyak memberi pengakuan kepada Polri soal sumber-sumber bahan peledak untuk kasus Bom Bali. Bahkan Sarjio siap jika Polri meminta reka-ulang tentang bagaimana ia meracik bahan peledak untuk kasus Bom Bali.
Bahan bom yang digunakan berjenis TNT seberat 1 kg dan di depan Sari Club, merupakan bom RDX berbobot antara 50–150 kg. Bom RDX yang diracik Sarjio, sumber-sumber bahannya berasal dari Mabes TNI. Karena itulah Sarjio tidak pernah dijadikan saksi untuk persidangan kasus Bali, misalnya untuk persidangan Amrozi bin Nurhasyim.
Buku “Konspirasi Intelijen dan Gerakan Islam Radikal”yang disunting oleh Umar Abduh. Buku ini diterbitkan oleh Center for Democracy and Social Justice Studies, dan diterbitkan pada tahun 2003 pada cetakan pertamanya.
Harian Republika sering mengungkap keganjilan persidangan kasus Bali. Apakah ini ada kaitannya dengan dipecatnya 15 wartawan Republika oleh Erick Tohir beberapa tahun lalu?
Lalu, mengapa begitu mudah Ba’asyir disusupi intel?
Alasan yang pertama, karena niat mereka cuma satu, yaitu mensosialisasikan perlunya penerapan syari’at Islam, bahkan kepada intel sekalipun.
Alasan kedua, karena pada umumnya mereka tidak punya sense dan knowledge yang memadai soal dunia tipu daya intelijen.
Ketiga, banyak sekali dari kalangan “Islam pergerakan” atau “Islam garis keras” yang bisa dibeli. Seperti Nurhidayat pada kasus Lampung 1989.
Informasi berikut ini dapat menjadi salah satu penjelas bagi alasan ketiga di atas, yaitu tentang, keterlibatan pemerintah di era itu dalam kasus pembunuhan Abu Jihad alias Teungku Fauzi Hasbi putra Hasbi Geudong.
Teungku Fauzi Hasbi adalah Intel Madya BIN, orang dekatnya As’ad (Waka BIN). Ia sudah menjadi “islam garis keras” sekaligus intel sejak lembaga itu bernama BAKIN.
Trio pengebom tragedi Bom Bali I pada hari Sabtu 12 Oktober 2002, pukul 23.05 WIT adalah Mujahidin Afghan. Dari kiri ke kanan: Mukhlas (alias Ali Ghufron), Imam Samudera (alias Abdul Aziz) dan Amrozi bin Nurhasyim.
Menurut Irfan S. Awwas, dalam sebuah tulisannya di Jawa Pos edisi Jumat 27 Desember 2002 silam, yang berjudul “ICG dan Kesaktian Sidney Jones”, dikatakan bahwa:
“Laporan itu hanya menggambarkan bahwa Teungku Fauzi Hasbi (paman Al Chaidar) masih menjalin komunikasi dengan Syafrie hingga kini. Juga digambarkan Hasbi punya kedekatan dengan A.M. Hendropriyono (kepala BIN). Padahal hingga kini, dia masih menjalin kontak tidak saja dengan Syafrie, bahkan dengan banyak petinggi militer aktif dan purnawirawan seperti Wiranto (mantan Pangab).
Karena itulah, Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada masa lalu pimpinan Teungku Fauzi Hasbi oleh kalangan Islam pergerakan disebut srbagai ‘GAM made in militer’ untuk membedakannya dengan GAM lainnya.”
Pelaksana pembunuhan Teungku Fauzi Hasbi alias Abu Jihad adalah orang BIN, yang melibatkan beberapa nama tokoh “Islam garis keras” seperti Nurhidayat (provokator kasus Lampung 1989 dalam peristiwa “Geger Talangsari”), dan Gaos Taufik (tokoh NII faksi Ajengan Masduki).
Menurut Laporan ICG pada 8 Agustus 2002, Gaos Taufik adalah pejuang Da’arul Islam (DI) dari Jawa Barat yang kemudian menetap di Medan, kemudian terkait gerakan Komando Jihad. Menurut laporan, dialah yang melantik Abdullah Umar dan Timsar Zubil. Kini, Gaos Taufik berdomisili di Tangerang.
Agen Mossad Israel tertangkap kamera sedang berjalan sambil tersenyum dengan seorang polisi Indonesia di pagi hari setelah malamnya terjadi tragedi bom di Bali 2002. (istimewa)
Teungku Fauzi Hasbi dibunuh di Ambon bersama dua rekannya dari NII faksi Ajengan Masduki. Mereka adalah Ahmad Saridup dan Agus Saputra. Keduanya biasa mendampingi Teungku Fauzi Hasbi atas rekomendasi dari Nurhidayat.
Teungku Fauzi Hasbi dan dua rekannya sebelum dibunuh di Ambon, ditugaskan oleh BIN untuk melakukan bisnis di sana.
Sersan Jawali (intel Kodim setempat) menjadi fasilitator selama Teungku Fauzi Hasbi dan dua rekannya menjajaki “bisnis” di Ambon. Padahal, Teungku Fauzi Hasbi ditugaskan ke Ambon untuk dibunuh.
Dua orang yang menyertai Teungku Fauzi Hasbi dan ikut dibunuh merupakan “bonus” yang diberikan Nurhidayat karena keduanya merupakan seteru Nurhidayat.
Jadi, kesimpulan dari masalah radikalisme (terorisme) yang berkaitan dengan gerakan Islam, tidak sepenuhnya murni. Lebih banyak merupakan rekayasa, dengan dua cara.
Pertama, memasukkan intel seperti Bafana, Hambali, Al-Farouq, atau Abdul Haris ke dalam gerakan Islam, dan menjadikannya radikal, kemudian ditumpas.
Kedua, membina orang dalam menjadi partner. Seperti yang mereka lakukan terhadap Teungku Fauzi Hasbi, Nurhidayat dan Sudarsono (provokator kasus Lampung 1989 dalam peristiwa “Geger Talangsari”), Ahmad Yani Wahid (petinggi Jama’ah Imran, Kasus Cicendo Bandung, dan Pembajakan Woyla).
Tujuannya adalah: menciptakan hantu teroris yang berasal dari “Islam garis keras” atau “Islam fundamentalis” atau “Islam radikal”.
Seorang terpidana teroris lainnya, Timsar Zubil, yang meledakkan tiga bom di Sumatera pada tahun 1978, mengatakan bahwa agen-agen intelijen telah memberikan nama provokatifnya – Komando Jihad – dan mendorong anggotanya untuk melakukan tindakan ilegal. “Kami mungkin sengaja dibiarkan tumbuh,” katanya.
Abduh juga mengatakan kepada program organisasi terorisnya, Imron Movement, dihasut ke berbagai aksi kekerasan pada tahun 1980 ketika militer Indonesia mengatakan kepada kelompok tersebut bahwa pembunuhan beberapa ulama Muslim sudah dekat.
Sementara itu, ahli terorisme lain, George Aditjondro, mengatakan sebuah pemboman Mei tahun 2005 yang menewaskan 23 orang di desa Kristen Tentena, di Sulawesi Tengah, telah diorganisir oleh perwira militer dan polisi senior.
George Aditjondro adalah anticorruption activist atau aktivis anti-korupsi dan wartawan “investigative reporting” yang pernah jadi wartawan untuk Tempo.
Sekitar tahun 1994 dan 1995, nama Aditjondro menjadi dikenal luas sebagai pengkritik pemerintahan Soeharto mengenai kasus korupsi dan Timor Timur.
Ia sempat harus meninggalkan Indonesia dan pergi untuk sementara ke Australia dari tahun 1995 hingga 2002, dan pada Maret 1998, ia dicekal oleh rezim Soeharto.
“Ini adalah strategi untuk mengurangi jumlah penduduk dan ketika suatu daerah telah didiamkan – baik menjadi pengungsi atau menjadi pejuang paramiliter – maka itu adalah waktu ketika mereka dapat menginvestasikan uang mereka dalam eksploitasi sumber daya besar di sana,” kata Aditjondro.
Sepulangnya dari Australia, Aditjondro melakukan “investigative reporting” dengan menulis beberapa buku kontroversial yang dirangkum dari internet, surat kabar, dan sumber-sumber lainnya.
Pada akhir bulan Desember 2009 saat peluncuran bukunya “Membongkar Gurita Cikeas”, Aditjondro dituduh melakukan kekerasan terhadap Ramadhan Pohan, seorang anggota DPR RI dari Partai Demokrat, yang kemudian melaporkan kejadian tersebut kepada polisi.
Beberapa lama setelah peluncuran bukunya terakhir, “Membongkar Gurita Cikeas: Di Balik Skandal Bank Century”, presiden kala itu, Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan keprihatinannya atas isi buku tersebut.
Buku itu sempat ditarik dari etalase toko diseluruh Indonesia walaupun pada saat itu belum ada keputusan hukum terhadap peredaran buku itu. George Aditjondro meninggal tanggal 10 Desember 2016 pada usia 70 tahun. (IndoCropCircles.com / sumber: JourneymanPictures@youtube.com, Sydney Morning Herald, liputan6, historycommons, archive.org, wikipedia dan beberapa sumber lainnya)
Pustaka:
VIDEO:
“Inside Indonesia’s War on Terror” (Trailer):
(FULL) Do Indonesian Terrorists Have Friends in High Places? (2005) (Judul asli: “Inside Indonesia’s War on Terror”) (durasi 43 Menit) (Download Video / 163Mb/ mp4)
Wahid on SBS Dateline: Bali Bombing 2002
CIA behind Bombed in Indonesia (Operation False Flag)
Who Planted the Bali Bomb – Indonesia
Film Bom Bali: Long Road to Heaven (1 h 55 mnts)
Artikel Lainnya:
Skenario Separatisme: Indonesia vs. Misi Besar The Bilderberg Group
[KLIPING] Buku: Konspirasi Intelijen dan Gerakan Islam Radikal
Operasi Woyla 1981: Pembebasan Sandera Pembajakan Pesawat Garuda di Thailand
Konspirasi Pengeboman Candi Borobudur 1985
Kaitan “Katibah Nusantara” dan Bom Jakarta 14 Januari 2016
Menyusup ke ISIS, Jurnalis Muslim Ini Tidak Menemukan Islam
Surat 120 Ulama Muslim : “ISIS, Anda Tidak Mengerti Islam!”
ISIS Dibuat Oleh CIA dan Mossad Untuk Memecah Islam?
[VIDEO] Kejanggalan Video Tragedi Penembakan Kantor Majalah “Charlie Hebdo” di Paris
Belasan Alasan Paris Attacks Friday 13 Adalah “Operasi Bendera Palsu” Oleh Kelompok Illuminati
Code Name: Tim Osman, Wow! Osama bin Laden Adalah Agen CIA!
Edward Snowden & Seymour Hersh: “Osama Bin Laden Masih Hidup!”
Unit Mustaribin, “Agen Penyamaran” Zionist Israel Yang Fasih Shalat & Puasa
[VIDEO] Teks Indonesia: Penelitian Ilmiah Bongkar Runtuhnya WTC Pada Tragedi 9/11
Inilah Puluhan “Operasi Bendera Palsu” (False Flag Operation) Yang Diakui Pemerintah Dunia
((( IndoCropCircles.com | fb.com/IndoCropCirclesOfficial )))
[ad_2]